Sebuah perhelatan besar sedang dilangsungkan di Bali hari ini. Acara yang sedang berlangsung itu diberi nama konferensi PBB untuk perubahan iklim (UNFCC). Ternyata, manfaat yang didapatkan oleh Indonesia tidak tangung-tangung. Kegiatan yang diadakan sampai tanggal 14 Desember itu mampu membuat aktivitas perekonomian di Bali menggeliat begitu signifikan, yakni diperkirakan mampu meraup devisa sampai USD 400 juta (Seputar Indonesia,5/12).
Sekarang, mari kita kesampingkan dulu manfaat dari hasil konferensi yang sedang berlangsung karena agenda yang dibahas belum berakhir sehingga keputusan akhirpun belum dapat disimpulkan. Namun, sebaiknya kita lebih fokus melihat konferensi ini dalam konteks berakhirnya proses recovery yang begitu panjang. Sekali lagi, terlepas dari konteks tema konferensi yang diangkat, lantas apa saja manfaat yang didapatkan melalui konferensi perubahan iklim di Bali? Setidak-tidaknya akan ada dua manfaat yang segera diperoleh oleh Indonesia, khususnya Bali.
Pertama, promosi gratis pariwisata Bali. Selama konferensi berlangsung, promosi pariwisata Bali tidak butuh lagi kata-kata yang indah melalui media massa karena pada saat ini promosi itu dapat langsung dirasakan oleh dunia Internasional melalui hampir dua puluh ribu peserta yang mengikuti konferensi dengan diwakili oleh 189 negara. Sehingga untuk jangka panjang, secara otomatis mereka akan menjadi duta pariwisata Bali ketika semua peserta kembali ke negara mereka masing-masing.
Saya melihat, promosi dengan cara ini jauh lebih efektif dan lebih efisien daripada mempromosikan pariwisata Indonesia, khususnya Bali, melalui media massa karena cost yang dikeluarkan begitu besar. Selain itu, juga tidak ada garansi terhadap respon yang ditimbulkan akan lebih maksimal. Jadi, semakin sering acara yang serupa diadakan, maka akan jadi lebih baik efeknya untuk dunia pariwisata di indonesia. Namun, syaratnya adalah tidak harus selalu Bali karena harus mempertimbangkan asas pemerataan terhadap manfaat yang akan didapatkan. Dan juga, tujuan wisata Indonesia tidaklah hanya Bali semata.
Kedua, saatnya menempis image negatif terhadap Indonesia. Selama ini Indonesia dikenal begitu anarkis dan tidak nyaman untuk dikunungi karena sarana dan prasarana yang tidak memuaskan sehingga hukuman travel warning pun mereka berikan tanpa pertimbangan yang lebih objektif. Untuk itu, perlu upaya yang sungguh-sunguh untuk menyukseskan acara ini. Selain itu, proses recovery yang selama ini dilakukan sudah bisa dianggap berakhir karena kepercayaan yang diberikan oleh dunia Internasional kepada Indonesia sebagai tuan rumah. Itu artinya, sekaranglah kesempatan untuk ”bertarung” dengan tujuan wisata dunia lainya.
Hari ini, Bali merupakan etalase bagi peserta konferensi dan dunia Internasional untuk mengenal Indonesia secara umum. Jadi, menurut hemat saya, pada kesempatan inilah saat yang tepat untuk membuktikan bahwa Bali sangat nyaman dan aman untuk dikunjungi oleh wisatawan Dunia. Oleh karena itu, mohon jangan ganggu Bali kami lagi.
[*] artikel ini pernah dimuat di harian seputar indonesia, desember 2007